Senin, 16 Oktober 2017

Kisah Kasih

Selepasku ku lulus Sekolah Dasar, aku masih bimbang kemana aku akan melanjutkan sekolah ku. Kedua orang tua ku sudah jelas, mereka menginginkan ku masuk pondok pesantren. Namun saat itu, aku masih merasa belum sanggup untuk berjauhan lama dari orant tua ku. Akhirnya aku pun mencoba mendaftar ke salah satu SMP favorit di kota ku. Hanya dengan menyerahkan hasil nem ujian nasional ku, aku pun lolos dan dinyatakan di terima di SMP tersebut. Tapi kedua orang tua ku tidak menghiraukan hal tersebut, karena mereka tetap ingin aku masuk pondok pesantren. Saat itu aku sampai menangis dan terus menolak agar tidak di masukan ke pondok pesantren. Walaupun begitu kedua orang tua ku tak putus asa dan terus merayu ku agar aku menuruti kemauan keduanya, karena itu semua demi kebaikanku. Buya, umi, termasuk engkong dan encing selalu menasihatiku dan meyakinkan ku bahwa di pondok pesantren adalah tempat yang lebih baik untukku. Dan aku pun tak sanggup lagi untuk menolak keinginan mereka, aku mengiyakan bahwa aku mau masuk pondok pesantren. Sejak saat itu buya lebih rajin lagi memeriksa bacaan dan hafalan Al-Qur’an ku. Tak lama kemudian, buya pun meminta ku untuk bersiap-siap untuk melakukan test masuk pondok pesantren. Pondok pesantren tersebut terletak di daerah Ciledug dan masih terbilang baru, karena baru berdiri sejak tiga tahun yang lalu dan itu pun hanya baru ada santri putra saja. Jadi tahun itu aku termasuk ke dalam angkatan pertama untuk santri putrinya. Test masuk pesantren dilakukan dalam satu hari full, mulai dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Test yang di lakukan ada cukup banyak, dari mulai test akademik, keagamaan, psikotest, wawancara, kemampuan berbahasa Arab-Inggris, dan juga test tahfizh. Test tersebut dilaksanakan pada hari jum’at, pada saat test aku didampingi buya, dan pada hari itu juga buya memiliki jadwal mengisi khutbah jum’at di masjid yang cukup jauh dari pondok pesantren, hingga akhirnya buya pun meninggalkan ku untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang lain. Ketika aku sedang mengerjakan soal test, buya izin kepada ku untuk pergi menuju masjid karena lokasi masjidnya cukup jauh dari pondok pesantren. Akupun pasti mengiyakan walau sebenarnya aku merasa takut ditinggal sendirian di tempat yang asing untukku. Belum ada satu orangpun yang aku kenal di tempat itu, dan aku bukanlah tipe orang yang pandai untuk memulai suatu obrolan dengan orang yang belum aku kenal. Lalu ada seorang ustadz yang menghampiri ku, mungkin beliau melihat wajahku yang mulai bersedih. Beliau berkata, “ga usah sedih, nanti juga bapak (buya) kembali”. Aku pun tersipu malu dan berusaha untuk menyembunyikan rasa sedihku.

Waktu untuk persiapan sholat jum’at tiba, dan test pun dihentikan sejenak untuk sholat dan makan siang. Para laki-laki menuju masjid, sedangkan para wanita menuju majlis pondok pesantren. Aku ingat, ketika di majlis aku melihat Nanda (sahabatku) bersama ibunya, sedangkan aku hanya duduk sendirian. Setelah sholat kami pun kembali ke kelas untuk melanjutkan test. Ketika test wawancara, aku melihat sosok seseorang yang terlihat begitu jutek, dalam hati ku aku berkata, “Ya Alloh, nanti Ikis ga mau sekamar sama dia Ya Alloh”. Dia adalah Sabihisma yang sekarang juga malah menjadi sahabatku, ternyata penilaianku salah. Begitu banyak test yang dilakukan, aku masih menantikan kehadiran buya kembali yang masih dalam perjalanan dari pulang jum’atan. Oh iya, waktu itu test nya ada dua kategori, test mandiri dan juga test beasiswa. Saat itu aku mengikuti test beasiswa. Yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba juga, buya sudah kembali lagi ke pondok pesantren. Perasaan ku kembali lega, karena aku tidak merasa sendiri lagi.

Bersambung...